uwing nih..

Foto saya
- dwi satriananda -

28 Agustus 2008

Kutipan ; Lentera jiwa

source: http://www.kickandy .com
Banyak yang bertanya mengapa saya mengundurkan diri sebagai pemimpin redaksi Metro TV. Memang sulit bagi saya untuk meyakinkan setiap orang yang bertanya bahwa saya keluar bukan karena 'pecah kongsi' dengan Surya Paloh, bukan karena sedang marah atau bukan dalam situasi yang tidak menyenangkan. Mungkin terasa aneh pada posisi yang tinggi, dengan 'power' yang luar biasa sebagai pimpinan sebuah stasiun televisi berita, tiba-tiba saya mengundurkan diri Dalam perjalanan hidup dan karir, dua kali saya mengambil keputusan sulit. Pertama, ketika saya tamat STM. Saya tidak mengambil peluang beasiswa ke IKIP Padang. Saya lebih memilih untuk melanjutkan ke Sekolah Tinggi Publisistik di Jakarta walau harus menanggung sendiri beban uang kuliah. Kedua, ya itu tadi, ketika saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari Metro TV.

Dalam satu seminar, Rhenald Khasali, penulis buku Change yang saya kagumi, sembari bergurau di depan ratusan hadirin mencoba menganalisa mengapa saya keluar dari Metro TV. ''Andy ibarat ikan di dalam kolam. Ikannya terus membesar sehingga kolamnya menjadi kekecilan. Ikan tersebut terpaksa harus mencari kolam yang lebih besar.'' Saya tidak tahu apakah pandangan Rhenald benar. Tapi, jujur saja, sejak lama saya memang sudah ingin mengundurkan diri dari Metro TV. Persisnya ketika saya membaca sebuah buku kecil berjudul Who Move My Cheese.Bagi Anda yang belum baca, buku ini bercerita tentang dua kurcaci. Mereka hidup dalam sebuah labirin yang sarat dengan keju. Kurcaci yang satu selalu berpikiran suatu hari kelak keju di tempat mereka tinggal akan habis. Karena itu, dia selalu menjaga stamina dan kesadarannya agar jika keju di situ habis, dia dalam kondisi siap mencari keju di tempat lain. Sebaliknya, kurcaci yang kedua, begitu yakin sampai kiamat pun persediaan keju tidak akan pernah habis. Singkat cerita, suatu hari keju habis. Kurcaci pertama mengajak sahabatnya untuk meninggalkan tempat itu guna mencari keju di tempat lain. Sang sahabat menolak. Dia yakin keju itu hanya 'dipindahkan' oleh seseorang dan nanti suatu hari pasti akan dikembalikan. Karena itu tidak perlu mencari keju di tempat lain. Dia sudah merasa nyaman. Maka dia memutuskan menunggu terus di tempat itu sampai suatu hari keju yang hilang akan kembali. Apa yang terjadi, kurcaci itu menunggu dan menunggu sampai kemudian mati kelaparan. Sedangkan kurcaci yang selalu siap tadi sudah menemukan labirin lain yang penuh keju. Bahkan jauh lebih banyak dibandingkan di tempat lama.

Pesan moral buku sederhana itu jelas: jangan sekali-kali kita merasa nyaman di suatu tempat sehingga lupa mengembangkan diri guna menghadapi perubahan dan tantangan yang lebih besar. Mereka yang tidak mau berubah, dan merasa sudah nyaman di suatu posisi, biasanya akan mati digilas waktu. Setelah membaca buku itu, entah mengapa ada dorongan luar biasa yang menghentak-hentak di dalam dada. Ada gairah yang luar biasa yang mendorong saya untuk keluar dari Metro TV. Keluar dari labirin yang selama ini membuat saya sangat nyaman karena setiap hari 'keju' itu sudah tersedia di depan mata. Saya juga ingin mengikuti 'lentera jiwa' saya. Memilih arah sesuai panggilan hati. Saya ingin berdiri sendiri. Maka ketika mendengar sebuah lagu berjudul 'Lentera Hati' yang dinyanyikan Nugie, hati saya melonjak-lonjak. Selain syair dan pesan yang ingin disampaikan Nugie dalam lagunya itu sesuai dengan kata hati saya, sudah sejak lama saya ingin membagi kerisauan saya kepada banyak orang.

Dalam perjalanan hidup saya, banyak saya jumpai orang-orang yang merasa tidak bahagia dengan pekerjaan mereka. Bahkan seorang kenalan saya, yang sudah menduduki posisi puncak di suatu perusahaan asuransi asing, mengaku tidak bahagia dengan pekerjaannya. Uang dan jabatan ternyata tidak membuatnya bahagia. Dia merasa 'lentera jiwanya' ada di ajang pertunjukkan musik. Tetapi dia takut untuk melompat. Takut untuk memulai dari bawah. Dia merasa tidak siap jika kehidupan ekonominya yang sudah mapan berantakan. Maka dia menjalani sisa hidupnya dalam dilema itu. Dia tidak bahagia. Ketika diminta untuk menjadi pembicara di kampus-kampus, saya juga menemukan banyak mahasiswa yang tidak happy dengan jurusan yang mereka tekuni sekarang. Ada yang mengaku waktu itu belum tahu ingin menjadi apa, ada yang jujur bilang ikut-ikutan pacar (yang belakangan ternyata putus juga) atau ada yang karena solider pada teman. Tetapi yang paling banyak mengaku jurusan yang mereka tekuni sekarang -- dan membuat mereka tidak bahagia -- adalah karena mengikuti keinginan orangtua. Dalam episode Lentera Jiwa (tayang Jumat 29 dan Minggu 31 Agustus 2008), kita dapat melihat orang-orang yang berani mengambil keputusan besar dalam hidup mereka.

Ada Bara Patirajawane, anak diplomat dan lulusan Hubungan Internasional, yang pada satu titik mengambil keputusan drastis untuk berbelok arah dan menekuni dunia masak memasak. Dia memilih menjadi koki. Pekerjaan yang sangat dia sukai dan menghantarkannya sebagai salah satu pemandu acara masak-memasak di televisi dan kini memiliki restoran sendiri. ''Saya sangat bahagia dengan apa yang saya kerjakan saat ini,'' ujarnya. Padahal, orangtuanya menghendaki Bara mengikuti jejak sang ayah sebagai dpilomat. Juga ada Wahyu Aditya yang sangat bahagia dengan pilihan hatinya untuk menggeluti bidang animasi. Bidang yang menghantarkannya mendapat beasiswa dari British Council. Kini Adit bahkan membuka sekolah animasi. Padahal, ayah dan ibunya lebih menghendaki anak tercinta mereka mengikuti jejak sang ayah sebagai dokter. Simak juga bagaimana Gde Prama memutuskan meninggalkan posisi puncak sebuah perusahaan jamu dan jabatan komisaris di beberapa perusahaan. Konsultan manajemen dan penulis buku ini memilih tinggal di Bali dan bekerja untuk dirinya sendiri sebagai public speaker.

Pertanyaan yang paling hakiki adalah apa yang kita cari dalam kehidupan yang singkat ini? Semua orang ingin bahagia. Tetapi banyak yang tidak tahu bagaimana cara mencapainya. Karena itu, beruntunglah mereka yang saat ini bekerja di bidang yang dicintainya. Bidang yang membuat mereka begitu bersemangat, begitu gembira dalam menikmati hidup. ''Bagi saya, bekerja itu seperti rekreasi. Gembira terus. Nggak ada capeknya,'' ujar Yon Koeswoyo, salah satu personal Koes Plus, saat bertemu saya di kantor majalah Rolling Stone. Dalam usianya menjelang 68 tahun, Yon tampak penuh enerji. Dinamis. Tak heran jika malam itu, saat pementasan Earthfest2008, Yon mampu melantunkan sepuluh lagu tanpa henti. Sungguh luar biasa. ''Semua karena saya mencintai pekerjaan saya. Musik adalah dunia saya. Cinta saya. Hidup saya,'' katanya. Berbahagialah mereka yang menikmati pekerjaannya. Berbahagialah mereka yang sudah mencapai taraf bekerja adalah berekreasi. Sebab mereka sudah menemukan lentera jiwa mereka.

26 Agustus 2008

NAMRU dan ulasan seorang Joserizal Jurnalis

Tiga puluh tahun lebih NAMRU bekerja di Indonesia. Sepanjang waktu itu tak ada yang mempersoalkannya. Padahal telah banyak 'kekayaan' Indonesia yang disedot lembaga penelitian militer Amerika Serikat itu. Tentu banyak pula rahasia Indonesia yang terbongkar melalui kajian dan penelitiannya. Sayangnya tidak banyak orang yang tahu bahwa NAMRU sangat berbahaya bagi keamanan Indonesia. Selama ini orang-orang Amerika dengan cover diplomatik yang disandangnya bisa dengan leluasa membawa keluar masuk berbagai spesimen virus, bakteri, protozoa dan sejenisnya dari dan ke Indonesia. Mereka mengambil banyak manfaat. Sementara Indonesia, hanya jadi ajang keculasan mereka. Sejauh mana bahaya aktivitas NAMRU bagi Indonesia, wartawan Suara Islam , Mujiyanto, mewawancarai Joserizal Jurnalis, seorang dokter sekaligus aktivis yang aktif bergerak di medan pertempuran. Berikut petikannya. Apa sih itu NAMRU? NAMRU itu kepanjangan Naval Medical Research Unit. Itu adalah sebuah lembaga riset di bawah Departemen Pertahanan, Amerika Serikat. Pengelolanya adalah Angkatan Laut AS. Mereka melakukan penelitian tentang penyakit-penyakit menular. Jadi agak aneh fokusnya. Angkatan laut, militer, tapi interest terhadap penyakit-penyakit menular. Kalau kita lihat sepertinya mereka itu membajak WHO. Mereka juga meminta spesimen-spesimen yang ada di WHO. Lucunya lagi, mereka minta kekebalan diplomatik. Nah, apa urusannya dengan peneliti? Berarti kan ini suatu fasilitas yang mereka inginkan untuk membawa masuk dan keluar segala sesuatu ke negara ini. Yang namanya bag (tas dan bagasi. red.) diplomatik kan tidak boleh diutak-atik. Apa kepentingan Indonesia sehingga NAMRU ada di sini? Jadi memang tidak dipungkiri, mereka membantu itu ada. Tidak mungkin suatu lembaga tidak memberikan suatu kontribusi positif. Tapi persoalannya, apakah kontribusi positif ini hanya sebagai cover dari kegiatan yang sebenarnya. Ini yang jadi masalah. Kalau saya baca Dino Pati Djalal di koran bilang NAMRU bermanfaat bagi rakyat Indonesia, manfaat pasti ada. Tentu masalahnya, kita harus bertanya. Lembaga riset militer di bawah Dephan, lalu bisa mengakses WHO, lalu minta kekebalan diplomatik, ini apa-apaan? Jadi ada sesuatu yang mereka kerjakan, yang orang lain tidak boleh tahu. Maka semuanya harus di-cover dalam bag-bag diplomatic. Jadi mereka menghalangi orang untuk mengakses kepada diri mereka. Dino sebagai seorang diplomat tentu mengerti dengan persoalan ini. Tidak mungkin ini lembaga riset murni. Dan yang menarik lagi, field (bidang) yang mereka kerjakan selalu penyakit-penyakit menular. Kenapa tidak penyakit degeneratif misalnya, jantung, kanker, dan sebagainya? Karena untuk senjata biologi, yang menarik itu penyakit menular. Bukan penyakit degeneratif. Sepengetahuan Anda, apa yang didapat Indo-nesia selama 30 tahun keberadaan NAMRU? Katanya banyak membantu program pemberantasan penyakit malaria, kemudian pemberantasan penyakit TBC. Jadi mereka itu bekerja di Direktorat Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M), Depkes. P2M ini, waktu saya di Puskesmas, fokusnya adalah TBC, Jadi memang ada manfaatnya. Cuma persoalannya, kuman-kuman (bakteri, virus, dan protozoa) itu diteliti oleh mereka, apakah dibawa keluar dan disimpan oleh mereka kemudian diapakan? Kita tidak tahu. Dan persoalan yang paling penting, tidak semua orang punya akses. Apa kerugian Indonesia? Kerugiannya jelas, kita dikadalin. Ini ilmu kadal namanya. Kita diberi sedikit bantuan, yang bantuan program itu tidak esensial sifatnya. Lipstick aid, sifatnya kosmetik. Tapi dia mendapat untung luar biasa belajar mengenai penyakit menular ini. Lalu pertanyaannya begini, penyakit menular ini kan tidak ada di negara mereka? Lalu buat apa mereka pelajari? Kalau kita mau bicara soal geololitik, banyak riset dilakukan di negara-negara yang memiliki deposit kekayaan alam yang luar biasa, dan pasar yang besar seperti Cina. Buat apa mereka pelajari? Kalau gampang-gampangnya, pasti mereka bikin vaksin lalu dijual. Itu dari segi ekonomi. Covernya seperti itu. Itu saja sudah tidak etis. Mereka tidak kena penyakit ini, tapi mereka ambil bahan orang. Mereka bikin vaksin, kemudian jual sama orang. Tidak etis, bahkan tidak manusiawi, jual vaksin dari penderitaan orang banyak. Apakah unit seperti NAMRU ini ada di negara lain? Ada kan. Pernah di Taiwan, Mesir, Filipina. Tapi sudah ditutup. Indonesia saja yang sudah kelamaan 30 tahun.. Eh mau diperpanjang lagi. Dari sisi militer, sejauh mana pentingnya penelitian/riset tersebut? Dari segi militer. Contoh malaria. Kalau mereka bisa merekayasa, plasmodium makin lama makin ganas. Tentu ini tidak bisa di-handling dengan obat biasa. Dan mereka bisa bikin vaksin anti malaria. Nah, kalau mereka menghadapi perang gerilya dengan negara yang tidak suka dengan dominasinya, mereka nggak perlu turun ke hutan. Cukup sebarkan saja nyamuk dengan plasmodium falcivarum yang lebih ganas. Lalu gerilyawan mati karena kena malaria tropikana. Banyak yang menganggap laboratorium NAMRU sederhana sehingga tidak mungkin melakukan riset militer yang canggih. Padahal sebenarnya masalahnya pada keluar masuknya spesimen? That's right. Yang paling penting itu keluar masuknya spesimen. Karena bagi mereka yang penting mengambil spesimen, kemudian memeliharanya sebentar, kemudian mentransfernya ke laboratorium definitif mereka. Itu ada di Indonesia? Itu pasti tidak di Indonesia. Itu yang paling krusial di sana, bagaimana mereka itu memperoleh sesuatu. Makanya mereka minta kekebalan diplomatik supaya barang-barang yang dikirim oleh mereka itu tidak dicek (di bandara). Artinya secara militer vaksin itu penting? Penting, untuk strategi perang. Karena kalau mereka bisa meng-create senjata biologi yang negara lain tidak bisa meng-handling, maka tentaranya bisa dikasih kekebalan dengan vaksin yang mereka punya. Dan mereka bisa masuk ke daerah yang sudah mereka tebarkan virus atau bakteri tersebut. Apa kecurigaan Anda terhadap keberadaan NAMRU di Indonesia? Sudah jelas, mereka memiliki kepentingan untuk mempelajari penyakit-penyakit menular yang ganas. Mempelajari itu bagaimana? Mengambil spesimen. Lalu mereka proses, biakkan, seed (dibenihkan) , multiply (perbanyakan) dan sebagainya untuk dibuat vaksin-vaksin. Mungkin laboratorium di sini itu tidak ada teknologi yang canggih. Mungkin hanya teknologi penyimpanan saja. Nah teknologi yang canggih untuk membuat senjata biologi bukan di sini (Indonesia) tempatnya, tapi di suatu tempat. Lalu mereka memfokuskan lagi untuk teknologi pengiriman bahan, spesimen. Makanya mereka minta kekebalan diplomatik. Kalau militer yang melakukan ini pasti itu untuk kepentingan militer. NAMRU bisa bertahan sedemikian lama. Tentu ada pihak-pihak yang diuntungkan di Indonesia. Menurut Anda? Sebenarnya kalau orang itu merasa dia orang Indonesia, tentu dia akan memahami ini sebagai suatu yang berbahaya, buat dia sendiri maupun buat keluarganya yang ada di Indonesia. Tapi karena mentalnya mental antek, dia mendukung ini. Dia tidak tahu betapa berbahayanya senjata biologi atau laboratorium biologi yang berbahaya. Ini lebih berbahaya dari nuklir. Kalau misalnya jelas kerja sama pembuatan senjata biologi antar militer, jelas harus diproteksi. Tidak ada di tengah-tengah permukiman penduduk. Dan itu harus diawasi PBB. Pihak-pihak yang ambil untung itu kaki tangan mereka di Indonesia? Antek. Apakah senjata biologi ini pernah diterapkan dalam sebuah peperangan? Kalau saya membaca sejarah, pernah diterapkan Belanda di Aceh. Belanda pernah memasukkan kuman kolera ke air minum masyarakat Aceh. Akhirnya jadi wabah, mencret, apalagi saat itu belum ada tetracycline. Kalau sekarang amanlah. Departemen pertahanan kita tidak tahu? Di situlah persoalannya, dia itu bukan tidak tahu.. Dia tahu, ini ada persoalan. Tapi biasalah orang Indonesia, dia belum melihat ada sesuatu yang membahayakan kalau belum ada kejadian. Kan aman-aman saja. Karier gue juga naik. Nanti kalau laboratorium itu bocor, atau seperti sekarang ada flu burung yang penyebarannya juga aneh, dan kemudian keluarga presiden kena, baru mikir. Oh iya, betul. Apakah dalam kasus flu burung, model seperti ini bisa berlaku? Oh bisa. Ada yang dipertanyakan Menkes kita, kenapa spesimen virus H5N1 kita, dikirim ke WHO di Hongkong, lalu nasibnya tidak jelas. Lalu tiba-tiba ada perusahaan yang mempunyai vaksinnya. Juga bisa dipastikan spesimen ada di laboratorium militer Los Alamos Amerika. Setelah Los Alamos tutup lalu dipindah lagi ke laboratorium di Washington DC. Contoh lagi, kenapa variola yang berkembang tahun 1972, lalu WHO meminta tahun 1974 semua negara memusnahkan semua virus variola. Eh tahun 2005 ada negara yang mempunyai vaksin variola. Berarti dia kan membuat vaksin dari virus. Berarti dia memelihara virus. Ini melanggar ketentuan internasional. Ini yang disebut dominasi ketidakadilan dunia, paradoks dunia. Di satu sisi, mereka berjuang untuk nilai-nilai peradaban yang baik, di sisi lain mereka membuat sesuatu yang membayakan peradaban itu sendiri. Persoalan NAMRU berarti sangat krusial? Sangat penting dan krusial bagi negara ini. Banyak orang yang tidak menyadari. Kalangan ilmuwan pun tidak menyadari. Kadang-kadang di antara mereka merasa happy dimasukkan dalam society mereka sebagai peneliti tingkat internasional. Inilah repotnya bangsa kita. Lalu orang-orang yang punya otoritas untuk menghentikan ini lihat-lihat kiri kanan. Kalau yang lain semangat, baru mereka ikutan semangat. Dia tahu bahayanya. Tapi untuk maju ke depan sebagai pelopor dia gak punya keberanian. Ada yang menuding ada intelijen dalam NAMRU. Pendapat Anda? Intelijen itu artinya mematai-matai, tujuannya mempelajari penyakit menular itu, lalu mereka ambil sample dan kemudian mereka kirim ke laboratorium mereka. Tindakan mereka penelitian juga bisa sambil mengamati daerah-daerah yang cocok untuk perang kuman. Kan untuk ini harus dipelajari virusnya, geografinya, anginnya, cuacanya karena bersangkut paut dengan penyebaran dan cara menghentikan penyebaran. Mereka berdalih sebagian pekerja NAMRU adalah orang Indonesia? Ah itu teknis banget. Mereka ngumpulin virus, terus disimpan. Itu kan pekerjaan teknis banget. Bukan pekerjaan teknologi tingkat tinggi. Pekerjaan tingkat tingginya dilakukan di laboratoritum mereka yang mungkin tidak ada di Indonesia. Apa yang seharusnya dilakukan pemerintah Indonesia? Untuk jangka pendek, tutup dulu. Ke depannya, kalau tatanan dunia itu tidak bisa berubah ke arah yang lebih baik, kita juga harus belajar mengenai senjata biologi. Ini sebagai bentuk persiapan. Kan dalam Islam ada i'da'. Kalau tidak bisa dikendalikan, negara besar culas, Indonesia harus bersiap-siap karena ini menyangkut dominasi suatu negara terhadap negara lain. Ini berimplikasi kepada masalah ekonomi, politik, budaya. Intinya power. Bisa gak sih kita seperti mereka? Bisa. Bisa. Nyatanya kita sekarang kok tidak bisa, kendalanya? Kemauan. Kemauan politik dari seorang leader. Ahli-ahli Indonesia itu cakap kok. Kita butuh seorang leader yang mempunyai visi yang jelas dalam memanage negara ini. Kalau leadernya hanya sekadar mengejar 5 tahun berikutnya, mengejar 5 tahun berikutnya, ya susah. Bagaimana senjata biologi dalam konstelasi perang ke depan? Yang jelas, negara-negara besar itu mempunyai laboratorium senjata-senjata biologi. Satu lagi yang tidak boleh dilupakan adalah senjata kimia, ada nuklir. Itu semuanya mereka punya. Kenapa? Karena mereka ingin bargaining kekuatan. Implikasinya mereka melakukan dominasi terhadap dunia baik di bidang politik, ekonomi, keamanan, kebudayaan dan sebagainya. Menekan suatu negara untuk dieksplorasi. k. Celakanya negara dunia ketiga tidak boleh melakukan empowering (penguatan) itu kan. Supaya tetap terjajah. Meskipun secara de jure merdeka. Pandangan Anda terhadap sikap pemerintah kita? Lemah.. Apa alasannya? Mereka nggak punya nyali jika berhadapan dengan kekuatan besar. Tidak punya nyali atau sudah dikuasai? Jadi begini, elit-elit ini eksis secara society maupun secara kekuasaan, dan kekayaan. Untuk bisa eksis dalam tiga hal ini mereka butuh jaringan. Mereka tidak percaya dengan bangsa sendiri maupun dengan negara-negara yang tidak superpower. Mereka mau membangun jaringan dengan negara superpower dan mau menjadi goyim-nya (dombanya). Itu intinya. Apakah aparat keamanan kita juga begitu lemahnya sehingga tak mampu menolak? Doktrin pertahanan kita persoalannya. Yang diajarkan di Lemhanas itu dari dulu hingga sekarang yaitu musuh kita adalah ekstrim kiri dan ekstrim kanan. Dan itu diperkuat oleh mentor-mentor mereka yang notabene dari luar negeri. Intelijen dan tentara kita dicekoki terus dengan doktrin ini. Jadi tentara kita belum ada visi bahwa virus ini bakal mengancam, spekulan ekonomi bisa mengancam dan meruntuhkan negara. Jadi sulit dong menghadapi hegemoni yang demikian besar? Karena kendalanya ada di bangsa kita. Bukan rakyat tapi elit. Rakyat kita ini punya daya tahan yang luar biasa. Tahun 1999, negara kita ini sudah dianggap tidak ada secara ekonomi, tapi rakyat kita itu bertahan. Yang ngeri hidup susah itu elit. Bagaimana caranya meningkatkan nyali? Kita harus yakin akan pertolongan Allah SWT. Kalau tidak yakin itu, nggak mungkin nyali itu muncul. Sudah jelas (negara adidaya) itu senjatanya lebih maju, teknologinya lebih maju. Dalam sejarah Rasulullah, yang dihadapi itu juga begitu, Kerajaan Persia dan Romawi yang secara militer jauh lebih maju. Tapi Rasulullah dan para sahabat yakin dengan kemenangan karena ada pertolongan Allah. Tanpa itu frustasi kita. Senjata sudah kepret-kepret. Alutsista sudah tua. Para komandan sudah hidup senang, nggak mau lagi diajak masuk hutan untuk survival. Jadi ini persoalan mentalitas, yaitu bagaimana kita itu pede. Nah pede sorang muslim itu akan timbul kalau kita yakin akan pertolongan Allah. Artinya kita harus bangkit dan menjadi pengimbang negara adidaya itu? Jelas. Allah akan membantu kita. Bagaimana Allah membantu kita? Dengan keridlaan-Nya. Bagaimana supaya Dia ridla? Ya kita harus menyesuaikan diri dengan apa yang diinginkan oleh Allah. Kalau ada yang bilang, nggak ada tuh Islam mengatur soal politik. Wah itu sudah kacau. Nggak ada itu Islam mengatur soal hukum. Itu sudah kacau. Jangan-jangan cara berpikir seperti ini merupakan hasil penjajahan negara adidaya itu? Betul sekali. Karena dia (negara adidaya) tahu Islam itu suatu ajaran yang komprehensif. Kalau dipraktekkan secara komprehensif, mereka tak berdaya melawan. Karena mereka tahu itu, mereka rusak pemikiran umat ini terlebih dahulu. Kalau kita yakin dengan janji Allah, sebenarnya kita bisa mengalahkan mereka? Bisa. Bisa banget. Saya alhamdulillah punya pengalaman berkali-kali terkepung dalam jumlah sedikit oleh musuh yang jumlahnya lebih banyak, tapi kemenangan ada di pihak yang lebih sedikit. Kenapa? Karena pertolongan Allah SWT. Bukan karena kehebatan kita dalam berperang. Itu saya alami di Maluku, Afganistan, hingga Lebanon. Kalau Allah ridla, nggak sulit bagi Allah memberikan kemenangan. Masalahnya, bagaimana agar Allah ridla? Ini perosalannya. Jadi harus ada upaya menerapkan Islam secara kaffah? Jelas. Islam yang komprehensif. Keikhlasan sebagai Jalan Tidak banyak dokter seperti Joserizal ini. Dokter spesialis bedah orthopaedi (tulang) ini tak jarang terjun ke medan pertempuran atau konflik untuk mendarmabaktikan keahliannya membantu sesama terutama kaum Muslim yang terluka. Bersama tim Mer-C banyak kejadian tak terduga dialaminya. Menurutnya, pertolongan Allah akan dating manakala manusia bersikap ikhlas. Ia pernah mengalami suatu kejadian di Tual, Maluku Tenggara. Jumlah Muslim di daerah itu sekitar 20 persen. Posisinya mereka di lembah. Pasukan musuh menyerang dari atas bukit dengan panah api dan ban yang dibakar. Tapi musuh tak pernah bisa masuk ke kampung itu. ''Secara logika militer, tembus. Di sana tidak banyak ulama, tidak banyak orang shalih. Tapi banyak orang ikhlas. Mereka orang-orang awam. Preman-preman. Keikhlasan itu penting sekali. Ilmu penting. Tapi keihlasan itu jauh lebih penting,'' katanya mengenang. Ia ingin menjadikan lembaga yang dibangunnya sebagai sarana mengasah keimanan dan keikhlasan. ''Kalau kita itu melakukan sesuatu dengan keikhlasan, pertolongan itu akan datang dari berbagai penjuru,'' katanya. Ia bisa masuk ke Afganistan, Irak, Lebanon, pada saat lembaga lain tak bisa menembusnya.
- Anne -

13 Agustus 2008

keharusan !!

ahh..dunia ini hanya sandiwara saja..maka jadilah pemain yg berbudi